Sunday, 6 November 2011

Buku "Pak Harto The Untold Stories" -Nukilan Singkat- (@Kompas Gramedia Fair Medan 5 November 2011)

Lelah dan pusing mulai menghinggapi saya lantaran belum sarapan pagi dan makan siang hanya untuk bela-belain ikut sebagai pengunjung Kompas Gramedia Fair 2011 yang diadakan di Tiara Convention Center Medan 2 - 6 November 2011 (maklum, jarang-jarang diadakan event seperti ini). Hari ini tanggal 5 November 2011, saya mendapat undangan talkshow buku "Pak Harto The Untold Stories". Dalam hati saya bergumam "ngapain orang yang sudah meninggal dan banyak ninggalin catatan gelap sejarah Indonesia di bikin jadi buku sih?". Tapi lantaran saya iseng, akhirnya saya ikuti acaranya dengan narasumber Nico Daryanto dan Sukardi Rinarkit.


Buku ini sudah dari bulan Juni 2011 di luncurkan ke khalayak ramai. Hingga detik ini, buku "Pak Harto The Untold Stories" masuk ke dalam jajaran buku Best Seller terbitan Gramedia Pustaka Utama.

Secara garis besar, buku ini disusun dengan memakan waktu tempo hingga 2 tahun pengerjaan. Pembuatan buku ini disusun dari 113 narasumber dengan metode wawancara dan ditulis oleh 5 orang penulis. Ke-113 narasumber tadi terdiri dari berbagai latar belakang mulai dari yang high end profile hingga low end profile, mulai dari orang dekatnya pak Harto hingga musuh politik pak Harto bahkan pernah menjadi tahanan politik ikut memberi warna kesaksian bagaimana pandangan dan pengalaman terhadap gaya kepemimpinan pak Harto selama 3 dekade memimpin rakyat Indonesia.

Saya semakin tertarik dari pembahasan yang disampaikan narasumber yaitu:
1. Buku "Pak Harto The Untold Stories" tidak membahas sedikitpun tentang sejarah kelam politik pak Harto. Isinya hanya berupa hasil wawancara dari 113 narasumber, yang malahan tentang pandangan manusiawi narasumber selama berinteraksi dengan Pak Harto, kemudian dituangkan kedalam buku.

2. 113 narasumber tadi, beberapa tokoh termasuk mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad, mantan Presiden Filipina, Fidel Ramos. Bahkan, mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, dan Raja Brunei Darussalam, Sultan Bolkiah menuliskan sendiri pengalamannya.

3. Inti utama dari buku ini juga tak lepas dari pencitraan bahwasanya pak Harto sebenarnya orang baik.

4. Pesan yang disampaikan oleh pak Harto adalah : "Memimpin bangsa Indonesia sangat sulit"

Patut kita akui bahwa kehidupan bangsa ini pasca orde baru malah lebih buruk ketimbang masa kepemimpinan pak harto. Dulu kita sering dengar dan melihat peresmian proyek ini itu yang notabenenya untuk kepentingan rakyat hingga ke desa-desa terpencil sekalipun. Tapi lihatlah sekarang, saya sendiri bahkan tak pernah mendengar peresmian proyek oleh pemimpin bangsa saat ini di media massa manapun. Yang ada hanyalah skandal politik yang terus mewarnai layar kaca rakyatnya sendiri.

Sedikit cerita dari Bung Sukardi Winarkit yang menggelitik nalar saya. Dulu semasa pak harto memimpin sebelum krisis moneter, APBN yang dialokasikan hanya berkisar dikisaran angka 80 triliyun rupiah. Dengan angka segitu, BBM bisa murah, uang kuliah di Universitas Indonesia tahun 80-an hanya Rp15000/semester, sembako bisa terjangkau (bahkan swasembada pangan). Dengan asumsi inflasi 10 kali lipat pasca krisis moneter, maka alokasi APBN 800 triliyun untuk mencapai standar kesejahteraan rakyat seperti yang tadi. Tapi lihatlah dengan mata kepala sendiri, dengan APBN mencapai 1000 triliyun lebih saat ini, BBM makin mahal, harga-harga sembako melangit tidak karuan, dan malah muncul isu terorisme. Silakan bandingkan, mana kah kehidupan yang lebih baik antara selama pak Harto memimpin atau setelah lengsernya beliau dari kursi kepresidenan. Lihatlah dengan hati nurani.

Jika Anda bertujuan untuk menguak misteri kelam sejarah pak Harto melalui buku ini, buku ini tidak bertujuan untuk itu. Buku ini hanya sebagai khazanah pustaka untuk menampilkan nilai-nilai kepemimpinan positif yang di contohkan oleh pak Harto selama hidupnya.

Tak pelak buku ini juga sarat akan kritik. Saya sendiri juga menyimpan pertanyaan apa benang merah antara buku ini yang sarat akan "kebaikan" pak Harto selama memimpin rakyatnya dengan sejarah kelam seperti petrus, daerah operasi militer, korupsi, kolusi, dan nepotisme konglomerasi. Ada gap antara Good & Evil -nya pak Harto dalam menjalankan kepemimpinan negara Indonesia sehingga sampai detik ini saya masih menyimpan tanda tanya teramat besar akan hal tersebut.

Buku ini juga sarat akan subjektifitas narasumber dalam memberi kesaksian sebagai pelaku yang pernah berinteraksi dengan pak Harto, sehingga keabsahan hasil pengalaman narasumber menjadi diragukan walaupun beberapa tokoh negara lain juga ikut berbagi pengalamannya untuk ikut menguatkan keabsahan kesaksian seperti yang dituangkan dalam buku ini.

Kiranya di perlukan buku tandingan yang membahas evil-nya pak Harto dari berbagai narasumber yang mengalami sendiri dampak buruk dari gaya kepemimpinan pak Harto selama 3 dekade menjadi Bapak Pembangunan bangsa ini. Kapan akan dibuat buku tandingan itu? Saya sendiri malah menunggunya.

Yup, memang benar sekilas sudah saya baca isi buku tersebut. Sarat makna akan nilai-nilai kehidupan manusiawi pak Harto sebagai pemimpin bangsa ini selama 3 dekade. Nilai-nilai kepemimpinan yang positif seperti yang dicontohkan pak Harto patut dijadikan teladan seperti yang digambarkan oleh buku ini dan tetap netral dalam menanggapi isinya.

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 603
Harga : Rp300.000

Kover Depan

No comments:

Post a Comment