Thursday, 21 February 2013

9 Kecelakaan Pesawat Paling Buruk


Dunia penerbangan Indonesia kembali berduka, setelah baru-baru ini kita dikejutkan dengan kabar tragedi yang menimpa pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan demo terbang di Indonesia mengalami musibah kecelakaan menabrak Gunung Salak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada hari rabu, 9 Mei 2012 pukul 15.00 WIB. Seluruh 45 penumpang warga Indonesia yang sebagian besar merupakan calon pembeli pesawat Sukhoi Superjet 100 beserta 8 awak pesawat beserta teknisi asal Rusia dipastikan menjadi korban dalam musibah ini.

Namun, sejarah dunia penerbangan Indonesia mencatat bahwa musibah yang menimpa pesawat naas Sukhoi Superjet 100 ini bukan merupakan musibah terburuk penerbangan Indonesia. Setidaknya ada 9 kecelakaan pesawat terburuk di Indonesia yang menelan korban jiwa lebih dari 100 orang, dan berikut daftarnya yang dihimpun dari beberapa sumber.




9. Kecelakaan Pesawat Hercules Penerbangan 1325
20 Mei 2009 (100 orang tewas)

Kecelakaan pesawat C-130H Hercules registrasi A-1325, kode produksi c/n 4917, dari skadron 31 adalah kecelakaan pesawat yang terjadi di Indonesia pada tanggal 20 Mei 2009. Pesawat Hercules milik TNI-Angkatan Udara indonesia dengan tipe C-130 Hercules ini membawa 112 orang (98 penumpang dan 14 kru) dan kecelakaan terjadi pada pukul 6.30 waktu lokal (23:30 UTC), penerbangan dari Jakarta menuju Jawa Timur. Kecelakaan ini menyebabkan 98 penumpang tewas, dan 2 orang warga setempat yang ikut tewas diakibatkan pesawat menghantan daratan dan rumah penduduk sebelum mendarat di sawah, di sebuah desa di Geplak, Magetan, Jawa Timur dan 70 orang dibawa ke rumah sakit. Pihak berwenang menyatakan bahwa masih ada satu orang yang dinyatakan hilang.




Pesawat ini berangkat dari Jakarta menuju pangkalan militer di Jawa Timur. Pesawat berusaha mendarat di Bandara Iswahyudi, tapi jatuh sekitar 5,5 kilometer barat laut dari ujung landasan. Pesawat meledak dan terbakar ketika jatuh. Kondisi penerbangan baik dan cuaca juga dalam kondisi baik ketika terjadi kecelakaan. Penyebab kecelakaan masih belum dapat ditentukan.


8. Kecelakaan Adam Air Penerbangan 574, 
1 Januari 2007 (102 orang tewas)

Adam Air Penerbangan KI-574 adalah sebuah penerbangan domestik terjadwal Adam Air jurusan Jakarta-Manado yang sebelumnya transit di Surabaya, adalah pesawat jenis Boeing 737-400 yang hilang dalam penerbangan di sekitar Perairan Mamuju, Sulawesi Barat pada tanggal 1 Januari 2007. Mengoreksi kekeliruan laporan sebelumnya, pesawat sampai saat ini masih berstatus hilang. Kotak hitam ditemukan di kedalaman 2000 meter pada 28 Agustus 2007. Kecelakaan ini menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 96 penumpang dan 6 awak pesawat. Pada 25 Maret 2008 penyebab kecelakaan seperti yang diumumkan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) adalah faktor cuaca buruk, kerusakan pada alat bantu navigasi Inertial Reference System (IRS) dan kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat.




Pesawat ini membawa 96 orang penumpang. yang terdiri dari 85 dewasa, 7 anak-anak dan 4 bayi. Dipiloti oleh Kapten Refri A. Widodo dan co-pilot Yoga Susanto dan disertai pramugari Verawati Chatarina, Dina Oktarina, Nining Iriyani dan Ratih Sekar Sari. Pesawat tersebut juga membawa 3 warga Amerika Serikat.


7. Kecelakaan Silk Air Penerbangan 185, 
19 Desember 1997 (104 orang tewas)

Silk Air Penerbangan 185 adalah layanan penerbangan komersial rutin maskapai penerbangan Silk Air dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, Indonesia menuju Bandara Changi, Singapura. Pada tanggal 19 Desember 1997, sekitar pukul 16:13 WIB, pesawat Boeing 737-300 yang melayani rute ini mengalami kecelakaan jatuh di atas Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Seluruh 104 orang yang ada di dalamnya (97 penumpang dan 7 awak kabin) tewas, termasuk pilot Tsu Way Ming dari Singapura dan kopilot Duncan Ward dari Selandia Baru.




Investigasi kecelakaan ini dilakukan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia bersama dengan tim ahli dari NTSB Amerika, Singapura, dan Australia. Pada tanggal 14 Desember 2000, KNKT mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa penyebab kecelakaan tidak dapat diketahui (undetermined). Namun, NTSB memiliki pendapat yang berbeda. Menurut mereka, kecelakaan ini disebabkan oleh tindakan Kapten Tsu yang sengaja menjatuhkan pesawatnya ke sungai (bunuh diri).


6. Kecelakaan Pan American Penerbangan 812 , 
22 April 1974 (107 orang tewas)

Pan American Penerbangan 812 dengan nomor registrasi N446PA adalah sebuah penerbangan internasional yang pada awalnya memiliki jadwal penerbangan dari Hong Kong menuju Sydney, Australia dengan transit di Denpasar, Bali, Indonesia. Pada 22 April 1974 pesawat Boeing 707-321B ini mengalami kecelakaan menabrak gunung di Bali lima menit menjelang mendarat di Bandara Ngurah Rai. Lokasi kejadian berada pada jarak 78,7 kilometer barat laut dari Bandara Ngurah Rai. Tragedi ini menelan korban 107 orang tewas.




Pemeriksaan pada disposisi dari reruntuhan dan inspeksi dari lokasi menunjukkan bahwa ada kegagalan struktural dari pesawat sebelum terjadi kecelakaan. Ditemukan pula bukti bahwa eksekusi dini manuver pesawat mengambil lintasan 263 derajat sebelum melakukan pendaratan adalah yang paling memungkinan menjadi penyebab kecelakaan tersebut


5. Kecelakaan Pesawat Hercules Penerbangan 1324,
5 Oktober 1991 (135 orang tewas)

Pesawat Hercules C-130H-30 TNI AU registrasi A-1324 dengan kode produksi c/n 4927. Pilot pesawat adalah Mayor Syamsul Aminullah, didampingi Kopilot Kapten Bambang Soegeng. 135 orang gugur dalam peristiwa ini, terdiri dari 2 warga sipil, 11 awak pesawat dan 119 prajurit Paskhas (empat peleton) dari Skadron 461 dan 462 yang bermarkas di Margahayu, Bandung. Para prajurit ini baru saja bertugas melaksanakan kolone senapan pada HUT ABRI ke 46. Ini adalah kecelakaan Hercules dengan jumlah korban terbesar, dan seluruh jenazah prajurit dimakamkan masal dalam satu liang 25 x 25 meter.




Pesawat menabrak gedung BLK di Condet tak lama setelah lepas landas dari Lanud Halim Perdanakusumah karena mengalami kerusakan pada dua mesin pada sayap kiri.


4. Kecelakaan Mandala Airlines Penerbangan 091, 
5 September 2005 (143 orang tewas)

Mandala Airlines Penerbangan RI 091 merupakan sebuah pesawat Boeing 737-200 milik Mandala Airlines yang jatuh di kawasan Padang Bulan, Medan, Indonesia pada 5 September 2005. Kecelakaan ini terjadi sesaat setelah pesawat lepas landas dari Bandara Polonia Medan. Pesawat tersebut menerbangi jurusan Medan-Jakarta dan mengangkut 116 orang (111 penumpang dan 5 awak). Sebelumnya diberitakan pesawat tersebut mengangkut 117 orang namun seorang penumpang ketinggalan pesawat. Penumpang yang selamat berjumlah 17 orang dan 44 orang di darat turut menjadi korban musibah pesawat ini. Salah satu penumpang yang ikut menjadi korban tewas adalah Gubernur Sumatera Utara, (Rahimahullah) Tengku Rizal Nurdin yang semestinya akan menghadiri rapat Gubernur se-Indonesia di Istana Negara.




Penelitian awal yang dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dengan tim investigasi National Transportation Safety Board dari Amerika Serikat menemukan bahwa terdapat kerusakan yang menyebabkan salah satu mesin pesawat tersebut tidak bertenaga. Namun, masih diselidiki apakah kondisi tersebut telah ada sebelum atau sesudah pesawat terempas dan meledak. Selain itu, beberapa hari setelah kejadian, muncul laporan yang menyebutkan bahwa pesawat tersebut membawa kargo berupa durian yang berbobot 2 ton, sehingga hampir mencapai batas berat maksimum yang mampu diangkut pesawat. Dari foto-foto lokasi kejadian yang muncul di detikCom, memang terlihat buah-buah durian berserakan di sekitar puing-puing pesawat. Namun pada 12 Oktober 2006, KNKT menyatakan bahwa menurut hasil penyelidikan, Penerbangan 91 jatuh akibat kondisi flap dan slat (alat penambah daya angkat pesawat saat lepas landas) yang tidak turun serta prosedur check list peralatan yang tidak sesuai persyaratan.


3. Kecelakaan Icelandic Loftleider Penerbangan 001, 
15 November 1978 (183 orang tewas)

Pesawat  Icelandic Loftleider Penerbangan LL 001 adalah pesawat DC-8 milik Islandia yang dicarter maskapai Garuda Indonesia untuk mengangkut Jamaah Haji Indonesia yang semestinya akan memulangkan Jamaah haji Indonesia dari Jeddah, Arab Saudi menuju Surabaya, Indonesia. Pesawat rencananya akan transit di Colombo, Sri Lanka untuk melakukan pengisian avtur dan pergantian kru. Namun naas sebelum melakukan pendaratan di Bandara Katunayake Colombo, pesawat mengalami kecelakaan di perkebunan pohon kelapa yang berjarak hanya 2,1 kilometer dari Bandara. Sebanyak 183 orang dari 262 penumpang dan kru pesawat dinyatakan tewas.




Hasil investigasi menyebutkan bahwa awak pesawat gagal melakukan prosedur pendaratan. Mereka gagal untuk memeriksa dan memanfaatkan semua instrumen yang tersedia untuk ketinggian dan tingkat kemiringan pendaratan. Co-pilot gagal membantu kapten dalam mengatur ketinggian pesawat. Sang kapten gagal untuk memulai suatu prosedur pendaratan ketika landasan pacu tidak terlihat. Ketika ia memulai overshoot, pesawat sudah turun terlalu rendah. Direktorat Penerbangan Sipil Islandia menyalahkan kecelakaan ini pada pemeliharaan fasilitas ILS yang tidak memadai, yang menyebabkan penurunan lentur glideslope ke dalam tanah. Informasi yang salah diberikan oleh pengontrol radar dan kurangnya sistem penerangan operasional di Bandaranaike yang memberikan faktor kontribusi kecelakaan.


2. Kecelakaan Martin Air Penerbangan 138, 
4 Desember 1974 (191 orang tewas)

Pesawat Martin Air penerbangan 138 adalah pesawat DC-8 milik Belanda yang dicarter maskapai Garuda Indonesia untuk mengangkut calon jemaah haji Indonesia yang semestinya akan menerbangakan Jamaah dari Surabaya Menuju Jeddah, Arab Saudi. Musibah terjadi saat pesawat menghantam wilayah perbukitan Tujuh Perawan kawasan Puncak Adam di Maskeliya, Sri Lanka Tengah. Seluruh 182 penumpang berikut 9 awak yang menumpangi pesawat maskapai penerbangan Belanda, Martinair ini tewas. Ada beberapa versi laporan media saat itu yang menyebutkan kesalahpahaman komunikasi dari pilot pesawat atau petugas bandara internasional Bandaranaike sehingga pesawat menabrak perbukitan yang terletak sekitar 70,8 kilometer dari bandara dan pada ketinggian 1.841 meter di atas permukaan laut.




Kementerian Perhubungan Sri Lanka hari Kamis (19 Desember 1974) menyatakan ada alasan untuk menduga kecelakasn pesawat DC-8 Martinair dekat Kolombo tanggal 4 Desember lalu disebabkan o1eh kesalahan navigasi. Jadi, bukan kesalahan menara pengawas sebagaimana pernah dituduhkan oleh surat kabar - surat kabar Kolombo. Pernyataan itu disiarkan, seteleh team Kementerian Perhubungan Sri Lanka termasuk Direktur Penerbangan Sipil Militer Aponso, serta Ketua Team Pemeriksa dari . Belanda, W. Fournier, mendengarkan rekaman pembicaraan terakhir antara pesawat DC-8 Martinair itu dengan menara pengawas lapangan terbang internasional Bandaranaike, Kolombo. Pernyataan itu juga mengemukakan bahwa awak pesawat Martinair itu tidak memonitor peralatan - peralatan penerbangan dengan sebaik-baiknya, ketika pilot mulai mendekahi sasaran ke lapangan terbang Bandarnaike menjelanng tengah malam. Badan pemeriksa Sri Lanka menyatakan bahwa awak pesawat mungkin salah hitung ,mengenai ketinggian dan jarak pesawat dari landasan terbang karena keadaan lingkungan.


1. Kecelakaan Garuda Indonesia Penerbangan 152, 
26 September 1997 (234 orang tewas)

Garuda Indonesia Penerbangan 152 adalah sebuah pesawat Airbus A300-B4 yang jatuh di Desa Buah Nabar, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, Indonesia (sekitar 32 km dari bandara dan 45 km dari kota Medan) saat hendak mendarat di Bandara Polonia Medan pada 26 September 1997. Kecelakaan ini menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 222 orang dan 12 awak dan hingga kini merupakan kecelakaan pesawat terbesar dalam sejarah Indonesia. Pesawat tersebut sedang dalam perjalanan dari Jakarta ke Medan dan telah bersiap untuk mendarat. Menara pengawas Bandara Polonia kehilangan hubungan dengan pesawat sekitar pukul 13.30 WIB. Saat terjadinya peristiwa tersebut, kota Medan sedang diselimuti asap tebal dari kebakaran hutan. Dari seluruh korban tewas, ada 44 mayat korban yang tidak bisa dikenali yang selanjutnya dimakamkan di Monumen Membramo, Medan. Di antara korban jiwa, selain warga Indonesia, tercatat pula penumpang berkewarganegaraan Amerika Serikat, Belanda dan Jepang.




Hasil investigasi NTSB menyimpulkan penyebab utama kecelakaan selain faktor jarak pandang akibat kabut asap adalah adanya miskomunikasi antara pilot pesawat dengan pihak ATC Bandara Polonia yang menyebabkan pilot bermanuver di udara pada ketinggian 2000 kaki sebelum akhirnya pesawat menabrak perpohonan di puncak bukit pada ketinggian 1550 kaki kemudian jatuh dan meledak di kawasan lembah yang tidak jauh dari bukit tersebut.


sumber

No comments:

Post a Comment