Sunday, 20 May 2012

Kita, Pendidikan, Skripshit, Dan Pengabdian

Saya harap menyiapkan secangkir kopi hangat yang nikmat atau teh hangat dan juga cemilan sembari menikmati artikel ini ^^



Tugas akhir (TA) atau lebih dikenal dengan istilah skripsi, thesis atau desertasi atau apapun itu, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari jenjang pendidikan S1 hingga S3. Tapi mau dikemanakan tugas akhir itu?

Iseng-iseng saya menelusuri tiap-tiap perpustakaan yang ada di beberapa jurusan universitas yang ada di sumatera utara Medan sebagai sampel penelitian kecil-kecilan ini. Maka pemandangan pertama yang saya jumpai adalah anak-anak mahasiswa yang sibuk mencari literatur untuk kebutuhan bahan tugas akhirnya dan tumpukan tugas akhir yang sudah dijilid yang dibiarkan menggunung dan tertutupi oleh debu (jika sering dijadikan bahan literatur, maka tugas akhir itu tetap kelihatan bersih). Terlepas oleh stigma plagiat, 

Selidik punya selidik, dari tahun ketahun ada ribuan lulusan yang diwisuda oleh Universitas Sumatera Utara (USU) seperti yang diberitakan di sini.

Wow, ribuan kepala yang diwisuda dari berbagai jenjang program seperti dari diploma, sarjana, pasca sarjana dan doktoral. untuk 1 universitas sebesar USU. Maka ada ribuan TA yang juga akan "digudangkan" juga dong, walaupun hanya sebagian sangat kecil pengabdian dari TA tersebut yang berguna bagi orang lain.

Bagaimana dengan jumlah pengeluaran untuk biaya pendidikan perkepala hanya untuk menggudangkan TA Anda ? Variasi antara 10 hingga ratusan juta rupiah tergantung jenjang pendidikan yang di ambil dan status perguruan tinggi apakah negeri atau milik swasta. Yang pastinya jumlah yang dibutuhkan hanya untuk sekolah di perguruan tinggi saat ini hingga mencapai diatas 10 jutaan Rupiah hingga diwisuda.

Belum lagi dengan dinamika dari satu kepala yang sedang kuliah juga membuat kepala yang lain juga ikutan kena getahnya seperti orang tua kita yang makin pusing memikirkan pinjaman uang karena tingginya biaya kuliah, dosen yang makin killer karena sudah lama kehilangan esensi pendidikan di kamus pendidikan di kepalanya, dan segenap pihak stakeholder yang makin merunyamkan sistem pendidikan karena motifnya sudah material UUD (ujung-ujungnya duit) diatas kepentingan mencerdaskan anak bangsa. Maka katastropi pendidikan di Indonesia terlihat jelas di perguruan tinggi di Medan hanya dengan kenyataan di depan mata bahwa ada tumpukan TA yang berdebu yang makin menggunung yang tinggal dibakar saja karena sudah tidak cukup untuk disimpan di gudang penyimpanan TA. Seperti inikah nasib akhir TA lulusan perguruan tinggi?

Tidak sedikit pengorbanan para mahasiswa semester capek ini menguras tenaga, waktu, pemikiran dan uang yang pinjam sana sini untuk  menyelesaikan penelitian TA mereka. Belum lagi mereka ini berhadapan dengan karakteristik dosen-dosen pembimbing yang punya warnanya masing-masing dan administrasi yang makin centang prenang dengan adanya uang pelicin layaknya birokrasi di jajaran pelayanan publik.



Semakin banyak karya para lulusan seharusnya makin membuat Indonesia makin maju kesejahteraannya karena atas tebakan logika sederhana akan menunjukkan adanya korelasi tersebut. Tapi kenyataan berkata lain, malah tidak menunjukkan korelasi itu tapi menimbulkan masalah baru yang bernama : PENGANGGURAN TERDIDIK ! Kasihan !

Idealnya, Tugas Akhir adalah bentuk representatif para terdidik ini untuk terjun ke masyarakat untuk mengabdi agar Indonesia makin sejahtera. USU saja memiliki tri darma pendidikan untuk menunjukkan visi mereka bahwa para lulusannya adalah terbaik bagi masyarakat awam sekitarnya. Sialnya, peran perguruan tinggi hanya sebatas meluluskan mahasiswanya dengan setumpuk tugas akhir kuliah. Setelah lulusan diwisuda, berfoto ria bersama teman-teman, orang tua dan sanak keluarga, mengadakan sukuran atau pesta maka habislah sudah tugas besar perguruan tinggi. Bagaimana dengan kelanjutan hidup para lulusan ini ? "Emang gue pikirin? Cari sendirilah ! " Kira-kira begitulah lepas tangannya perguruan tinggi dibalik brand nama  besar perguruan tinggi tersebut.  Brand nama perguruan tinggi hanya sebagai pemanis di sertifikat lulus kuliah saja. Tidak lebih dari yang diekspektasikan. Begitu juga dengan TA yang dibiarkan menumpuk yang makin dimakan usia, debu, bahkan rayap. Miris !

Bagaimana solusinya ? Saya meng-googling sistem pendidikan Finlandia dari beberapa blogger dan artikel sebagai bentuk contoh pendidikan terbaik di semua tatanan pendidikannya mulai dari sejak SD hingga perguruan tinggi (klik di sini dan di sini) . Kita perlu belajar tentang esensi Tugas Akhir kuliah untuk membentuk watak sebagai pembelajar bahwa saya, Anda, beserta para lulusan yang lain sedang dihadapkan oleh problematika kemasyarakatan. Cukuplah pernyataan ini sebagai renungan: " Apakah karya penelitian tugas akhir ini akan berguna bagi masyarakat sebagai bentuk pengabdian? Atau akan berakhir begitu saja terdiam dan dibiarkan berdebu bahkan akan digudangkan ? "

Jangan sampai keluar stigma ekstrim bahwa ketimbang menghabiskan uang melanjutkan pendidikan yang tidak jelas di negeri ini dan TA nya dibiarkan teronggok tak berguna, lebih baik investasikan uangnya ke emas dan buka usaha kecil-kecilan. Masalah keilmuan, khan ada oom Google yang serba tahu. hehehehehehehe



Ngobrol dengan saya yuk :)

No comments:

Post a Comment